1. Latar Belakang Cara Beternak Ayam Broiler
Cara beternak Ayam broiler untuk usaha perunggasan merupakan salah satu bentuk usaha/ industri yang mamapu berkembang dengan cepat karena didukung oleh perkembangan cepat dalam teknologi genetika, teknologi pakan, dan perkandangan. Selain itu industri perunggasan mampu mengadopsi konsep-konsep pemasaran modern dengan cepat. Oleh karena itu cara beternak ayam broiler dalam beberapa dekade mengalami perkembangan yang sangat nyata.
Produktivitas ayam broiler dipengaruhi 3 faktor, yaitu: bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan. Oleh karena itu, ketiga faktor ini perlu diperhatikan. Manajemen pemeliharaan ayam broiler ini dimulai sejak persiapan kandang sesuai persyaratan yang ada, pemberian pakan dan vaksinasi secara teratur dan terencana. Penanganan dan pengendalian penyakit serta pemanenan yang tepat waktu.
Selain itu juga harus diperhatikan penanganan kandang setelah periode pemeliharaan.manajemen pemeliharaan yang dilakukan dengan baik produksi ayam broiler dapat dioptimalkan. Produksi yang optimal dapat meningkatkan keuntungan dan efisiensi modal. Meskipun tingkat konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia sudah tinggi, namun belum diiringi dengan kenaikan populasi dan produksi ayam broiler itu sendiri dengan cara beternak ayam broiler.
Hal ini disebabkan karena manajemen pemeliharaan cara beternak ayam broiler yang belum baik dan efektif. Salah satu kendala dalam pemeliharaan ayam pedaging adalah fluktuasi harga pakan yang tidak menentu. Faktor pakan tersebut tidak bisa diabaikan karena pakan dapat disebut sebagai faktor pembiayaan yang paling penting dalam suatu peternakan ayam pedaging.
2. Apa Itu Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan ayam penghasil pedaging. Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi cara beternak ayam broiler yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin.
Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan cirri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North and Bell, 1990).
Strain ayam pedaging di atas mempunyai ciri-ciri: ukuran badan besar dan kokoh, timbangan tubuhnya berat (dapat mencapai 1,7 kg pada betina dan 2 kg pada jantan pada umur 42 hari), tubuhnya banyak mengandung daging dan lemak, produksi telur sedikit, dan otot kaki pada sisis belakang tebal, daging putih bersih, empuk dan tulang rawan pada bagian dada lunak.
Ciri-ciri ayam pedaging atau broiler antara lain ukuran tubuh besar, penuh dengan daging dan lemak, gerakannya lambat dan tenang, lambat dewasa kelamin serta mempunyai kemampuan bertelur yang rendah. Strain ayam broiler yang banyak dibudidayakan di Indonesia antara lain Kim cross F.44, Coob 100, Coob color sexcross, Indian rifer, Saviet starbro dan Arbor acres. Strain ayam pedaging adalah Sussex, dorking dan Cornish (dari Inggris) serta Brahman dann langshan (dari Asia) (Cahyono, 1995).
3. Manajemen Perkandangan Cara Beternak Ayam Broiler
Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Tipe panggung lantai kandang lebih bersih karena kotoran langsung jatuh ke tanah, tidak memerlukan alas kandang sehingga pengelolaan lebih efisien, tetapi biaya pembuatan kandang lebih besar. Tipe litter lebih banyak dipakai peternak, karena lebih mudah dibuat dan lebih murah.
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit(Akoso,1993).
Sistem panggung ini biasanya dibuat di atas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok. Kelebihannya adalah sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal (Ditjenak, 1996).
Lantai kandang serasah tebal dapat dibuat dari tanah yang dikeraskan, kayu atau beton. Harus ada dinding beton atau bata yang kuat disekeliling lantai dengan tinggi sekurang-kurangnya 30 cm. Jika dinding sekat diperlukan dalam kandang, bahan yang paling cocok untuk dipergunakan adalah jaring-jaring logam lebar, karena itu memberikan ventilasi, tetapi juga sangat kaku. Kedalaman litter maksimal harus tidak lebih dari 30 cm.
Syarat-syarat normal untuk ayam dewasa adalah litter dengan kedalaman 10-13 cm, bertambah sampai 20-30 cm. Untuk anak-anak ayam dalam litter mula-mula harus tidak lebih dari 5-8 cm, tetapi berangsur-angsur bertanbah seraya anak-anak ayam tumbuh (Williamson dan Payne, 1993).
4. Manajemen Pakan
Harga pakan untuk ayam broiler adalah 65 � 85% dari biaya produksi. Dan pakan yang diberikan pada yam broiler merupakan pakan ternak dengan rasio yang lengkap. Pakan broiler pada umumnya diberikan dalam bentuk crumble untuk fase starter dan pellet untuk periode pertumbuhan (grower).
cara beternak ayam broiler Air sangat penting bagi tubuh ayam, maka air harus tersedia terus-menerus sepanjang hari. Kebutuhan air minum akan lebih banyak dengan bertambahnya umur ayam. Air merupakan komponen zat gizi, pemberiannya secara khusus dipisahkan dari pakan walaupun pakan itu sendiri masih mempunyai kadar air tertentu. Fungsi air untuk pengangkutan zat-zat makanan dalam tubuh, pembuangan sisa, dan pengaturan suhu. Air menduduki proporsi 55% sampai 75% dari berat badan (Sidadolog, 1999).
5.Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan fase starter dianjurkan untuk diberi pakan yang mengandung protein tinggi dan energi rendah, sebab pada fase ini DOC lebih suka menyimpan energi dalam bentuk protein. Pada pemeliharaan fase finisher, energi disimpan dalam bentuk lemak sehingga pakan yang diberikan dianjurkan memiliki kandungan protein rendah dan energi tinggi (Irawan, 1996).
Dasar pertumbuhan pada cara beternak ayam broiler yang timbul itu sebenarnya merupakan manifestasi dari perubahan � perubahan yang terjadi dalam sel yang mengalami proses � proses hiperplasi atau pertambahan jumlah yang selanjutnya diikuti dengan proses hypertrophy atau pembesaran ukuran dari pada sel tersebut (Williamson dan Payne, 1993).
Panas tambahan yang diberikan untuk DOC selama fase pertumbuhan awal tersebut dimaksudkan untuk mengimbangi suhu badan DOC yang lebih tinggi (103o F) dari suhu lingkungan luar (82o F). Apabila suhu lingkunga kandang tidak dinaikkan temperaturnya, maka akan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak ayam yang secara langsung dapat mempengaruhi aktifitas organ tubuh bahkan ayam menjadi mati (Cahyono, 1995).
6. Penyakit dan Pencegahan
ND (Newcastle Disease) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus �paramyxovirus�. Gejala klinis antara lain gangguan saluran pernafasan (batuk, ngorok, susah bernafas dan keluar lendir dari hidung), anoreksia, feses berwarna hijau disertai gumpalan putih, gemetaran pada seluruh tubuh dan gejala kelainan syaraf (kelumpuhan pada kaki dan sayap, leher terpuntir dan ayam berputar-putar). Gejala kelainan syaraf biasanya muncul kemudian.
Angka kematian sangat tinggi sampai 100%. ND dapat menular secara kontak langsung misalnya dengan ayam yang terinfeksi, alat peternakan, petugas kandang dan binatang peliharaan atau burung liar yang tercemar. Cara penularan virus ND dari ayam sakit ke ayam peka tergantung pada tempat berreplikasi dari virus tersebut.
Pengobatannya jika diagnosis ND dapat diperoleh lebih awal, maka vaksinasi ulangan pada ayam yang belum terinfeksi munkin dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi virus tersebut. Upaya pencegahannya dengan pengamanan biologis yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal untuk menghilangkan sumber infeksi virus tersebut.(Rangga, 2000).
Mikroplasmolisis CRD atau Chronic Respiratory Disease merupakan perlakuan terhadap telur � telur yang menetas dengan menggunakan antibiotik talah terbukti berhasil mematahkan penyebaran penyakit secara vertikal. Selanjutnya isolasi dan sanitasi yang baik untuk mendapatkan kelompok � kelompok ayam yang bebas mikroplasma, mirip dengan SPF ( Spesifik Pathogen Free ) pada babi, telah terbukti dapat mencegah penyebaran horisontal.
Pengobatan penyakit Infectious coryza yang paling efektif menggunakan obat seperti misalnya Sulfathiazole dalam pakan atau pemberian injeksi streptomycin. Pemisahan unggas yang terserang, penyingkiran ayam betina tua pada akhir tahun, dan suatu pemeliharaan dengan isolasi yang terkontrol dan lingkungan yang bersih, merupakan kunci untuk mencegah penyakit ini (Blakely dan Bade, 1991 ).
7. Konversi Ransum/ Feed Convertion Ratio (FCR)
Konversi pakan atau Feed Convertion Ratio ( FCR ) adalah perbandingan antara jumlah pakan ( kg ) yang dikonsumsi dengan berat hidup (kg) sampai ayam itu dijual. Sehingga semakin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan pakan. Bila angka perbandingan kecil berarti kenaikan berat badan memuaskan atau ayam makan tidak terlalu banyak untuk meningkatkan berat badannya.
Dalam hal ini terdapat beberapa aspek seperti konversi ransum, konversi ransum merupakan efisiensi teknis untuk mengetahui adanya pemborosan pemberian pakan atau ayam tersebut memang tidak mampu mengubah unsur nutrisi didalam ransum yang dimakan menjadi daging sebaik-baiknya.
Pemberian pakan dalam praktikum setiap minggunya meningkat secara bertahap. Maka pemberian pakan untuk minggu pertama sampai minggu ke-5 berbeda kuantitasnya. Rata-rata pemberian pakan untuk setiap ekor sampai minggu ke-5 berbeda kuantitasnya.
Konsumsi pakan per ekor pada minggu I, II, III, IV dan ke V masing-masing adalah 54 gram, 260 gram, 411 gram, 589,9 gram dan 782,8 gram. Sisa pakan yang diperoleh masing-masing adalah 20 gr, 300 gr, 150 gr, 200 gr, dan 230 gr. Sehingga dari kedua data tersebut, yaitu feed intake dan PBBH (Pertambahan Berat Badan Harian) kita dapat menghitung konversi pakan (FCR) rata-rata per ekor minggu I, II, III IV dan ke V masing-masing adalah 1,04; 1,28; 1,18; 1,51; 1,36.
Faktor yang mempengaruhi FCR (konversi pakan) adalah daya cerna pakan oleh ayam broiler. Apabila daya cerna ayam broiler terhadap kandungan nutrisi bahan pakan cukup baik maka akan menghasilkan lemak dan pertambahan bobot daging ayam broiler yang baik dan sebaliknya apabila daya cerna terhadap pakan jelek maka nutrisi tersebut tidak mampu diubah menjadi sari-sari makanan dan tidak mampu dimanfaatkan untuk ditimbun dalam tubuh ternak yang mengakibatkan nutrisi tersebut tidak terserap dan hanya akan terbuang sia-sia bersama dengan feses ayam broiler.
Palatabilitas juga mempengaruhi pada feed intake karena apabila ayam broiler mempunyai palatabilitas (unsur kesukaan makan) yang cukup baik maka kebutuhan pakan/pakan yang dikonsumsi cukup banyak pula sehingga konversi pakan (FCR) juga dapat meningkat pula. Karena kita ketahui bahwa konversi pakan (FCR) tersebut cukup tinggi namun ayam broiler yang baik bila PBBH tinggi dan feed intakenya sedang atau juga tinggi sehingga keseimbangan tersebut dapat meningkatkan bobot tubuh ayam yang gemuk dan mempunyai berat badan yang lebih tinggi.
Konversi pakan pada ayam broiler ini cukup baik. Namun terkadang pada fase tertentu ada sebagian besar ayam mengalami penyimpangan (gangguan) terhadap pola makannya sehingga juga dapat mengganggu nilai konversi pakan tersebut. Gangguan tersebut diantaranya pada perubahan suhu yang drastis, yaitu peningkatan suku lingkungan yang cukup tinggi memaksa ayam broiler mengkonsumsi air yang cukup banyak untuk membantu penguapan di tubuhnya dan mengurangi jumlah konsumsi pakan, ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pembentukan kalor dalam tubuh yang mampu menghasilkan panas dalam tubuh.
No comments:
Post a Comment