Latest News

Tuesday, January 3, 2017

Cara Beternak Ayam Broiler FCR 1,5 Panen Umur 32 Hari






1. Latar Belakang Cara Beternak Ayam Broiler

Cara beternak Ayam broiler untuk usaha perunggasan merupakan salah satu bentuk usaha/ industri yang mamapu berkembang dengan cepat karena didukung oleh perkembangan cepat dalam teknologi genetika, teknologi pakan, dan perkandangan. Selain itu industri perunggasan mampu mengadopsi konsep-konsep pemasaran modern dengan cepat. Oleh karena itu cara beternak ayam broiler dalam beberapa dekade mengalami perkembangan yang sangat nyata.

Produktivitas ayam broiler dipengaruhi 3 faktor, yaitu: bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan. Oleh karena itu, ketiga faktor ini perlu diperhatikan. Manajemen pemeliharaan ayam broiler ini dimulai sejak persiapan kandang sesuai persyaratan yang ada, pemberian pakan dan vaksinasi secara teratur dan terencana. Penanganan dan pengendalian penyakit serta pemanenan yang tepat waktu.




Selain itu juga harus diperhatikan penanganan kandang setelah periode pemeliharaan.manajemen pemeliharaan yang dilakukan dengan baik produksi ayam broiler dapat dioptimalkan. Produksi yang optimal dapat meningkatkan keuntungan dan efisiensi modal. Meskipun tingkat konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia sudah tinggi, namun belum diiringi dengan kenaikan populasi dan produksi ayam broiler itu sendiri dengan cara beternak ayam broiler.

Hal ini disebabkan karena manajemen pemeliharaan cara beternak ayam broiler yang belum baik dan efektif.  Salah satu kendala dalam pemeliharaan ayam pedaging adalah fluktuasi harga pakan yang tidak menentu. Faktor pakan tersebut tidak bisa diabaikan karena pakan dapat disebut sebagai faktor pembiayaan yang paling penting dalam suatu peternakan ayam pedaging.

2. Apa Itu Ayam Broiler





Ayam broiler merupakan ayam penghasil pedaging. Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi cara beternak ayam broiler yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin.

Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan cirri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen pendek dan menghasilkan daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North and Bell, 1990).

Strain ayam pedaging di atas mempunyai ciri-ciri: ukuran badan besar dan kokoh, timbangan tubuhnya berat (dapat mencapai 1,7 kg pada betina dan 2 kg pada jantan pada umur 42 hari), tubuhnya banyak mengandung daging dan lemak, produksi telur sedikit, dan otot kaki pada sisis belakang tebal, daging putih bersih, empuk dan tulang rawan pada bagian dada lunak.

Ciri-ciri ayam pedaging atau broiler antara lain ukuran tubuh besar, penuh dengan daging dan lemak, gerakannya lambat dan tenang, lambat dewasa kelamin serta mempunyai kemampuan bertelur yang rendah. Strain ayam broiler yang banyak dibudidayakan di Indonesia antara lain Kim cross F.44, Coob 100, Coob color sexcross, Indian rifer, Saviet starbro dan Arbor acres. Strain ayam pedaging adalah Sussex, dorking dan Cornish (dari Inggris) serta Brahman dann langshan (dari Asia) (Cahyono, 1995).

3. Manajemen Perkandangan Cara Beternak Ayam Broiler


Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Tipe panggung lantai kandang lebih bersih karena kotoran langsung jatuh ke tanah, tidak memerlukan alas kandang sehingga pengelolaan lebih efisien, tetapi biaya pembuatan kandang lebih besar. Tipe litter lebih banyak dipakai peternak, karena lebih mudah dibuat dan lebih murah.

Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit(Akoso,1993).

Sistem panggung ini biasanya dibuat di atas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok. Kelebihannya adalah sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal (Ditjenak, 1996).

Lantai kandang serasah tebal dapat dibuat dari tanah yang dikeraskan, kayu atau beton. Harus ada dinding beton atau bata yang kuat disekeliling lantai dengan tinggi sekurang-kurangnya 30 cm. Jika dinding sekat diperlukan dalam kandang, bahan yang paling cocok untuk dipergunakan adalah jaring-jaring logam lebar, karena itu memberikan ventilasi, tetapi juga sangat kaku. Kedalaman litter maksimal harus tidak lebih dari 30 cm.

Syarat-syarat normal untuk ayam dewasa adalah litter dengan kedalaman 10-13 cm, bertambah sampai 20-30 cm. Untuk anak-anak ayam dalam litter mula-mula harus tidak lebih dari 5-8 cm, tetapi berangsur-angsur bertanbah seraya anak-anak ayam tumbuh (Williamson dan Payne, 1993).

4. Manajemen Pakan


Harga pakan untuk ayam broiler adalah 65 � 85% dari biaya produksi. Dan pakan yang diberikan pada yam broiler merupakan pakan ternak dengan rasio yang lengkap. Pakan broiler pada umumnya diberikan dalam bentuk crumble untuk fase starter dan pellet untuk periode pertumbuhan (grower).

cara beternak ayam broiler Air sangat penting bagi tubuh ayam, maka air harus tersedia terus-menerus sepanjang hari. Kebutuhan air minum akan lebih banyak dengan bertambahnya umur ayam. Air merupakan komponen zat gizi, pemberiannya secara khusus dipisahkan dari pakan walaupun pakan itu sendiri masih mempunyai kadar air tertentu. Fungsi air untuk pengangkutan zat-zat makanan dalam tubuh, pembuangan sisa, dan pengaturan suhu. Air menduduki proporsi 55% sampai 75% dari berat badan (Sidadolog, 1999).

5.Manajemen Pemeliharaan


Pemeliharaan fase starter dianjurkan untuk diberi pakan yang mengandung protein tinggi dan energi rendah, sebab pada fase ini DOC lebih suka menyimpan energi dalam bentuk protein. Pada pemeliharaan fase finisher, energi disimpan dalam bentuk lemak sehingga pakan yang diberikan dianjurkan memiliki kandungan protein rendah dan energi tinggi (Irawan, 1996).

Dasar pertumbuhan pada cara beternak ayam broiler yang timbul itu sebenarnya merupakan manifestasi dari perubahan � perubahan yang terjadi dalam sel yang mengalami proses � proses hiperplasi atau pertambahan jumlah yang selanjutnya diikuti dengan proses  hypertrophy  atau pembesaran ukuran dari pada sel tersebut (Williamson dan Payne, 1993).
Panas tambahan yang diberikan untuk DOC selama fase pertumbuhan awal tersebut dimaksudkan untuk mengimbangi suhu badan DOC yang lebih tinggi (103o F) dari suhu lingkungan luar (82o F). Apabila suhu lingkunga kandang tidak dinaikkan temperaturnya, maka akan terjadi penurunan suhu tubuh pada anak ayam yang secara langsung dapat mempengaruhi aktifitas organ tubuh bahkan ayam menjadi mati (Cahyono, 1995).

6. Penyakit dan Pencegahan


ND (Newcastle Disease) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus �paramyxovirus�. Gejala klinis antara lain gangguan saluran pernafasan (batuk, ngorok, susah bernafas dan keluar lendir dari hidung), anoreksia, feses berwarna hijau disertai gumpalan putih, gemetaran pada seluruh tubuh dan gejala kelainan syaraf (kelumpuhan pada kaki dan sayap, leher terpuntir dan ayam berputar-putar). Gejala kelainan syaraf biasanya muncul kemudian.

Angka kematian sangat tinggi sampai 100%. ND dapat menular secara kontak langsung misalnya dengan ayam yang terinfeksi, alat peternakan, petugas kandang dan binatang peliharaan atau burung liar yang tercemar. Cara penularan virus ND dari ayam sakit ke ayam peka tergantung pada tempat berreplikasi dari virus tersebut.

Pengobatannya jika diagnosis ND dapat diperoleh lebih awal, maka vaksinasi ulangan pada ayam yang belum terinfeksi munkin dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi virus tersebut. Upaya pencegahannya dengan pengamanan biologis yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal untuk menghilangkan sumber infeksi virus tersebut.(Rangga, 2000).

Mikroplasmolisis CRD atau Chronic Respiratory Disease merupakan perlakuan terhadap telur � telur yang menetas dengan menggunakan antibiotik talah terbukti berhasil mematahkan penyebaran penyakit secara vertikal. Selanjutnya isolasi dan sanitasi yang baik untuk mendapatkan kelompok � kelompok ayam yang bebas mikroplasma, mirip dengan SPF ( Spesifik Pathogen Free ) pada babi, telah terbukti dapat mencegah penyebaran horisontal.

Pengobatan penyakit Infectious coryza yang paling efektif menggunakan obat seperti misalnya Sulfathiazole dalam pakan atau pemberian injeksi streptomycin. Pemisahan unggas yang terserang, penyingkiran ayam betina tua pada akhir tahun, dan suatu pemeliharaan dengan isolasi yang terkontrol dan lingkungan yang bersih, merupakan kunci untuk mencegah penyakit ini (Blakely dan Bade, 1991 ).      


7. Konversi Ransum/ Feed Convertion Ratio (FCR)



Konversi pakan atau Feed Convertion Ratio ( FCR ) adalah perbandingan antara jumlah pakan ( kg ) yang dikonsumsi dengan berat hidup (kg) sampai ayam itu dijual. Sehingga semakin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin baik efisiensi penggunaan pakan. Bila angka perbandingan kecil berarti kenaikan berat badan memuaskan atau ayam makan tidak terlalu banyak untuk meningkatkan berat badannya.

Dalam hal ini terdapat beberapa aspek seperti konversi ransum, konversi ransum merupakan efisiensi teknis untuk mengetahui adanya pemborosan pemberian pakan atau ayam tersebut memang tidak mampu mengubah unsur nutrisi didalam ransum yang dimakan menjadi daging sebaik-baiknya.
Pemberian pakan dalam praktikum setiap minggunya meningkat secara bertahap. Maka pemberian pakan untuk minggu pertama sampai minggu ke-5 berbeda kuantitasnya. Rata-rata pemberian pakan untuk setiap ekor sampai minggu ke-5 berbeda kuantitasnya.

Konsumsi pakan per ekor pada minggu I, II, III, IV dan ke V masing-masing adalah 54 gram,  260 gram, 411 gram, 589,9 gram dan 782,8 gram.  Sisa pakan yang diperoleh masing-masing adalah 20 gr, 300 gr, 150  gr, 200 gr, dan 230 gr. Sehingga dari kedua data tersebut, yaitu feed intake dan PBBH (Pertambahan Berat Badan Harian) kita dapat menghitung konversi pakan (FCR) rata-rata per ekor minggu I, II, III IV dan ke V masing-masing adalah 1,04;  1,28; 1,18; 1,51; 1,36.

Faktor yang mempengaruhi FCR (konversi pakan) adalah daya cerna pakan oleh ayam broiler. Apabila daya cerna ayam broiler terhadap kandungan nutrisi bahan pakan cukup baik maka akan menghasilkan lemak dan pertambahan bobot daging ayam broiler yang baik dan sebaliknya apabila daya cerna terhadap pakan jelek maka nutrisi tersebut tidak mampu diubah menjadi sari-sari makanan dan tidak mampu dimanfaatkan untuk ditimbun dalam tubuh ternak yang mengakibatkan nutrisi tersebut tidak terserap dan hanya akan terbuang sia-sia bersama dengan feses ayam broiler.

Palatabilitas juga mempengaruhi pada feed intake karena apabila ayam broiler mempunyai palatabilitas (unsur kesukaan makan) yang cukup baik maka kebutuhan pakan/pakan yang dikonsumsi cukup banyak pula sehingga konversi pakan (FCR) juga dapat meningkat pula. Karena kita ketahui bahwa konversi pakan (FCR) tersebut cukup tinggi namun ayam broiler yang baik bila PBBH tinggi dan feed intakenya sedang atau juga tinggi sehingga keseimbangan tersebut dapat meningkatkan bobot tubuh ayam yang gemuk dan mempunyai berat badan yang lebih tinggi.

Konversi pakan pada ayam broiler ini cukup baik. Namun terkadang pada fase tertentu ada sebagian besar ayam mengalami penyimpangan (gangguan) terhadap pola makannya sehingga juga dapat mengganggu nilai konversi pakan tersebut. Gangguan tersebut diantaranya pada perubahan suhu yang drastis, yaitu peningkatan suku lingkungan yang cukup tinggi memaksa ayam broiler mengkonsumsi air yang cukup banyak untuk membantu penguapan di tubuhnya dan mengurangi jumlah konsumsi pakan, ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pembentukan kalor dalam tubuh yang mampu menghasilkan panas dalam tubuh.


Monday, January 2, 2017

Cara Beternak Puyuh Umur 40 Hari Bertelur





cara beternak puyuh cepat bertelur ~ bebek135.blogspot.co.id


Latar Belakang Cara Beternak Puyuh
Puyuh merupakan ternak terkecil yang sering dimanfaatkan manusia. Cara beternak puyuh mudah dan puyuh bisa diambil dagingnya maupun telurnya. Umur puyuh bertelur yang bisa dibilang sangat muda dengan masa bertelur puyuh petelur yang sangat lama menjadikannya digemari para peternak. Usia puyuh mulai bertelur dan masa bertelur puyuh sangat ditentukan oleh banyak hal. Lalu kapan puyuh mulai bertelur dan berapa hari burung puyuh bertelur?




Baca juga : Kendala Beternak Puyuh Petelur yang Sering Dihadapi Peternak
Burung puyuh secara normal dapat bertelur pada umur 40 hingga 45 hari. Setelah itu puyuh akan memasuki masa bertelur puyuh. Namun kapan puyuh mulai bertelur sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Umur puyuh bertelur dapat lebih cepat dari 45 hari dan umur puyuh siap bertelur dapat lebih dari 45 hari.

Lalu berapa bulan puyuh bertelur atau jangka waktu puyuh bertelur? Masa bertelur puyuh dapat mencapai 13 bulan bahkan beberapa peternak memeliharanya hingga 1,5 tahun. Lama masa bertelur puyuh ini pun juga dipengaruhi oleh banyak hal yang akan kita bahas pada kesempatan ini. Baiklah akan kita bahas bagaimana cara beternak puyuh agar bertelur pada usia 40 hari dan memiliki masa bertelur puyuh yang panjang.

Cara beternak Puyuh petelur dengan memerhatikan ransum





Baca juga: Penyebab Kegagalan Beternak Puyuh yang menjadi Faktor Tidak Suksesnya Para Peternak
aktor yang penting dalam cara beternak puyuh adalah ransum. Biaya ransum mencapai 70-80% dari total biaya produksi. Kandungan nutrien pada ransum harus mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak. Nutrien ransum yang paling berpengaruh adalah kandungan energi dan protein.

Puyuh akan mengalami keterlambatan masa pubertas atau masa dewasa jika kekurangan kandungan nutrien yang baik di dalam ransum. Puyuh harus mendapatkan nutrien yang tepat pada masing masing masa. Masa pemeliharaan puyuh dibagi menjadi fase starter, grower dan layer.

Kandungan energi pada ransum puyuh yang direkomendasikan National Research Council (1994) sebanyak 2.900 kkal/kg. Energi yang tinggi pada ransum dapat memicu terjadinya stres panas sebagai hasil dari proses metabolisme dan dapat menyebabkan performa ternak yang kurang optimal. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur level energi ransum dan melakukan suplementasi aditif pakan.

Pengaturan Cahaya agar Usia Puyuh Mulai Bertelur pada umur 40 Hari

Umur puyuh bertelur sangat ditentukan dari lamanya puyuh mendapatkan cahaya. Masa bertelur puyuh bertelur pun akan sangat dipengaruhi oleh cahaya sejak awal pemeliharaan. Terlalu banyak mendapat cahaya pada awal pertumbuhan menyebabkan usia puyuh siap bertelur menjadi maju. Namun ini tidak baik karena puyuh dewasa terlalu dini. Sedangkan jika kekurangan cahaya akan menyebabkan puyuh menjadi terlambat dewasa.

Ada banyak faktor faktor lain yang memengaruhi usia puyuh bertelur dan panjangnya masa bertelur puyuh. Berikut ini adalah cuplikan makalah yang berkaitan dengan cara beternak puyuh.

Tinjauan Pustaka Cara Beternak Puyuh

Cara Beternak Puyuh
Cara memelihara puyuh apabila kecernaan nutriennya tinggi maka penggunaan energi metabolis pada ransum lebih efisien. Penggunaan energi yang tepat mampu meningkatkan performa puyuh.
Puyuh merupakan ternak unggas kecil yang dipelihara sebagai ternak petelur maupun ternak pedaging. Puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia adalah puyuh Coturnix coturnix japonica yang berasal dari Jepang (Hartono, 2004).  Keunggulan burung puyuh petelur untuk beternak puyuh dibanding dengan ternak petelur yang  lain adalah burung puyuh lebih cepat bertelur  yaitu pada umur 35-42 hari. Harga telur puyuh yang lebih stabil dengan sistem pemeliharaan yang mudah dan sederhana menjadi alasan peternak untuk beternak puyuh petelur (Listyowati dan Roospitasari, 2000).

Klasifikasi puyuh menurut Wuryadi (2014) adalah sebagai berikut:
Filum            : Chordata
Class             : Aves
Ordo             : Galiformes
Family          : Phasianidae
Sub Family   : Perdicinae
Genus           : Coturnix
Sub Spesies  : Coturnix coturnix japonica

Ukuran tubuh puyuh betina lebih bear daripada puyuh jantan. Puyuh jantan memiliki bobot badansekitar 100-140 gram, sedangkan puyuh betina memiliki bobot badan sekitar 120-160 gram (Anggorodi, 1995). Puyuh jantan memilki suara yang melengking dengan warna bulu dada yang polos berwarna coklat muda. Puyuh betina memiliki corak bulu dada totol-totol coklat dengan suara yang lebih berat.  Produksi telur puyuh dalam satu tahun sebanyak 250-300 butir (Nugroho dan Mayun, 1986).

Cara Membuat Ransum Puyuh

Ransum diberikan pada ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Pemberian ransum disesuaikan dengan umur dan bobot badan puyuh agar lebih efisien (anggorodi, 1995). Pemeliharaan puyuh dibagi menjadi dua fase, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi. Fase pertumbuhan dibagi menjadi dua fase yaitu fase starter (0-3 minggu) dan fase grower pada umur 3-5 minggu (Djulardi et al., 2006).

Nutrien bahan pakan yang harus terpenuhi dalam menunjang pertumbuhan dan produksi puyuh adalah energi metabolisme. Puyuh pada fase starter membutuhkan energi sebanyak 2900 kkal/kg. Puyuh berumur 3-5 minggu kebutuhan energinya menjadi 2600 kkal/kg (Listyowati dan Roospitasari, 2000). Puyuh pada fase produksi (lebih dari 5 minggu) kebutuhan energinya menjadi 2700 kkal/kg (Standar Nasional Indonesia, 2006).   Apabila energi yang diberikan kurang, puyuh akan mengkonsumsi pakan lebih banyak agar kebutuhan energinya terpenuhi (Wahju, 2004).

Betain

Zat aditif pakan merupakan bahan yang ditambahka ke dalam pakan dengan jumlah yang sedikit dan bukan sebagai sumber pakan. Zat aditif berfungsi untuk  memengaruhi karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, menjaga kesehatan tubuh dan memaksimalkan kualitas produk ternak (Standar Nasional Indonesia, 2006). Salah satu zat aditif pakan adalah betain, yang secara alami banyak terdapat pada tumbuhan dan jaringan hewan. Betain dalam bentuk murni terdiri dari betain anhidrous, betain monohidrat dan betain hidroklorid (Kidd et al., 1997).

Betain secara langsung dapat digunakan sebagai donor gugus metil, tetapi tidak seperti metionin dan kolin yang digunakan untuk fungsi fisiologis penting di dalam tubuh ( Metzler-Zebeli et al., 2009; Ratriyanto et al.,2009). Betain di dalam tubuh membantu system pencernaan makanan. Fungsi osmoregulator betain menjaga kondisi tubuh dari cekaman panas (Kidd et al., 1997). 

Penelitian Nofal et al. (2015) menunjukkan bahwa suplementasi betain pada pakan mampu meningkatkan pertumbuhan, sistem imunologi dan fungsi fisiologis serta  menurunkan suhu rektal pada ayam yang dipelihara pada suhu panas. Fungsi osmotik betain membantu ternak dalam sistem pencernaan, sehingga kecernaan nutriennya lebih efisien (Eklund et al., 2005).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan banyaknya pakan yang digunakan  untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak (Anggorodi,1995). Pemenuhan energi unggas digunakan untuk keberlangsungan proses-proses biologis dalam tubuh unggas (Suprijatna et al., 2005). Jumlah ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kualita ransum, keadaan lingkungan, jenis kelamin, strain, kondisi kesehatan, bobobt badan, umur, aktivitas dan tingkat produksi telur (Yunianto, 2001).

Das et al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan suhu tubuh dan lingkungan dapat menurunkan konsumsi pakan dan kebutuhan energi, tetapi tidak menurunkan kebutuhan nutrien lain seperti protein, mineral dan vitamin. Hasil penelitian yang dilakukan Mc. Devitt et al. (1999) bahwa puyuh yang disuplementasi betain dalam pakan sebanyak 0,5 g/kg mampu meningkatkan  konsumsi ransum. 

Enting et al. (2005) menyatakan bahwa suplementasi betain sebanyak 2 g/kg dapat meminimalkan stress panas karena energi tinggi sehingga konsumsi pakan meningkat. Menurut Kaur dan Mandal (2015) ransum dengan level energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 2700kkal/kg pada puyuh berumur 0-3 minggu dan 0-5 minggu secara berturut-turut mampu meningkatkan konsumsi ransum.

Produksi Telur Puyuh

Burung puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari, rata-rata 40 hari dan  produksi telur sudah normal pada umur 50 hari (Woodard et al.,1973). Produksi telur pertama yang dihasilkan oleh induk muda yang baru mulai bertelur biasanya kecil dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran standar. Berat telurnya antara 8,25-10,1 g. Burung puyuh betina dapat bertelur antara 200-300 butir/tahun (Schaible, 1970).

Puncak produksi pada burung puyuh lebih lama daripada ayam. Suplementasi betain dapat menurunkan stress karena cekaman panas sehingga performa puyuh meningkat dan produksi telur tinggi (Hruby et al., 2005). Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa suplementasi betain sebanyak 1,5 g/kg yang diapliasikan pada ayam petelur mampu meningkatkan produksi telur (Gudev et al., 2011).

Bobot Telur

Bobot telur adalah hasil dari sifat  genetika kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetika (North dan Bell, 1990). Sifat bobot telur mempunyai nilai heritabilitas (h) yang tinggi yaitu sebesar 60% (Noor, 2000).

Variasi bobot telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pola alami produksi telur, pakan dan menajemen pemeliharaan serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Pola alami produksi telur yang biasa terjadi adalah telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil (Nugroho dan Manyun, 1986). Faktor lingkungan yang memengaruhi variasi telur adalah Kenaikan suhu lingkungan yang dapat menurunkan ukuran telur dan kualitas kerabang telur North dan Bell (1990).

Ukuran dan bobot telur sangat berhubungan dengan ukuran kuning telur dibandingkan faktor yang lain. Kuning telur bobotnya 22-25% dari bobot telur  keseluruhan. Ukuran kuning telur tergantung dari ransum yang diberikan.  pada burung  puyuh yang berumur 8-9 minggu pada suhu 22,5-32oC (Eishu et al., 2005). 

Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kualitas ransum. Ransum dengan kandungan nutrien tinggi dapat meminimalkan jumlah konsumsi ransum karena nutrien yang dibutuhkan puyuh sudah terpenuhi. Unggas akan berhenti mengkonsumsi ransum ketika kebutuhan nutriennya sudah tercukupi (North dan Bell, 1990). Ensminger (1992) menyatakan bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh bangsa ternak, manajemen pemeliharaan, kesehatan ternak dan ransum yang diberikan. Apabila rasio menunjukkan angka yang kecil berarti penggunaan ransum lebih efisien.

Penelitian yang dilakukan Attia et al. (2005), suplementasi betain pada ransum  ayam broiler mampu memperbaiki konversi ransum. Ransum dengan level energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 2700kkal/kg secara berturut-turut mampu menurunkan konversi ransum pada puyuh berumur 0-3 minggu dan 0-5 minggu (Kaur dan Mandal, 2015). Suplementasi betain sebanyak 0,5 g/kg mampu mengefisiensi konversi ransum pada ayam broiler (Zhan et al.. 2006).
H.    Rasio Efisiensi Energi

Rasio efisiensi energi merupakan banyaknya energi yang digunakan untuk pertumbuhan optimal puyuh (Kaur dan Mandal, 2015). Cheng et al. (1997) menyatakan bahwa rasio efisiensi energi merupakan hasil bagi antara pertambahan bobot badan dengan 100 kkal energi metabolis yang dikonsumsi. Menurut Kamran et al. (2008) Rasio Efisiensi didapat cara pertambahan bobot badan dikali 100 dibagi dengan total energi metabolis yang dikonsumsi.

Penelitian yang dilakukan Kaur dan Mandal (2015) pada puyuh yang diberi ransum dengan tingkat energi 2700 kkal/kg, 2900 kkal/kg dan 3100 kkal/kg menunjukkan hasil bahwa performa puyuh terbaik adalah pada pemberian energi metabolis sebesar 3100 kkal/kg. Penelitian tersebut dilakukan pada jdaerah subtropics. Menurut Cheng et al. (1997) pemberian ransum pada ayam broiler dengan level energi yang tinggi dapat mengakibatkan stress karena cekaman panas sehingga performa kurng optimal.

Cara Vaksin Puyuh

Vaksin yang diberikan adalah ND B1 dan ND La Sota. Vaksin diberikan kepada puyuh melalui air minum.

Pemberian Vitamin Puyuh

Pemberian vitamin pada penelitian ini diberikan melalui air minum. Pemberian antistres dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi.

Kandang Puyuh 

Penelitian ini menggunakan 20 unit kandang koloni dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi berturut-turut adalah 75�50�30 cm. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini bertingkat 5. 

Peralatan Ternak Puyuh

a.          Tempat pakan dan minum
Tempat pakan yang digunakan merupakan tempat pakan yang terbuat dari bahan plastik sebanyak 60 buah yang ditempatkan 3 buah pada setiap kandang. Tempat minum yang digunakan terbuat dari bahan plastik sebanyak 40 buah yang ditempatkan 2 buah pada setiap kandang.
b.         Termohigrometer
Termohigrometer yang digunakan adalah termohigrometer digital untuk mengukur kelembaban dan suhu di dalam dan luar kandang.
c.          Timbangan
Timbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g untuk menimbang bahan pakan dan ransum. Timbangan digital kapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1 g untuk menimbang puyuh dan telur. Timbangan dengan kapasitas 400 g dan kepekaan 0,01 g untuk menimbang betain, premix dan lisin.
d.         Lampu pijar
Lampu yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 buah dengan daya 11 watt.

Cara Beternak Puyuh

1.      Persiapan Kandang
Persiapan kandang dimulai dengan membersihkan kandang terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengapuran serta desinfeksi pada dinding dan lantai kandang. Peralatan kandang seperti tempat pakan dan minum dicuci kemudian direndam dalam larutan antiseptik dan dikeringkan di bawah sinar matahari.
2.      Persiapan Puyuh
Puyuh petelur umur 25 hari sebanyak 300 ekor terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal pada saat penelitian. Puyuh didistribusikan ke dalam 20 unit kandang.
3.      Penentuan Kandang
Penentuan kandang dilakukan secara acak yaitu dengan cara pengundian.
4.      Penyusunan Ransum Perlakuan

Penyusunan ransum dilakukan dengan mencampur bahan pakan mulai dari proporsi terkecil hingga terbesar secara merata. Ransum dengan proporsi terkecil seperti limestone, dikalsium fosfat, lisin, dl-metionin, betain dan premix dicampur terlebih dahulu dengan cara memasukkan ke dalam kantong plastik kemudian digojok sampai homogen. 

NaCl dicampur dengan bekatul secara merata. Jagung kuning, bekatul, tepung ikan dan bungkil kedelai dicampur dengan bahan lain yang telah homogen. Ransum perlakuan disusun dengan menambahkan betain sesuai level yang telah ditentukan. Suplementasi betain dilakukan dengan cara menukar (expense) komponen bekatul dengan betain sesuai prosedur dari Ratriyanto (2014).

Tahap Beternak Puyuh

Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap adaptasi, perlakuan dan pengambilan data. Tahap adaptasi dilakukan pada puyuh berumur 25 hari. Tahap adaptasi dimaksudkan agar puyuh dapat menyesuaikan dengan lingkungan, kandang dan ransum. Ransum grower diberikan pada puyuh berumur 25-39 hari, selanjutnya pada umur 40-42 hari dilakukan pergantian ransum dengan komposisi ransum grower dan ransum layer (kandungan energi metabolisme 2900 kkal/kg) 50%:50%. 

Ransum layer diberikan pada puyuh umur 43 hari. Pergantian ransum dengan perbandingan ransum layer dan ransum perlakuan adalah 50%:50% selama 3 hari dilakukan seteleh produksi lebih dari 10%. Pemberian air minum dan pakan secara ad libitum. Frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali per hari pada pukul 07.00 dan 13.30.

Tahap pengambilan data mulai dilakukan setelah produksi di atas 10%. Pengambilan data tersebut dilakukan selama dua periode dengan masing-masing periode yaitu 28 hari. Penimbangan sisa pakan untuk menghitung konsumsi dilakukan setiap hari dan diakumulasikan hasilnya setiap minggu. Jumlah telur yang dihasilkan dihitung dan ditimbang setiap hari. Perhitungan jumlah telur yang diproduksi dilakukan untuk menghitung produksi telur (Hen Day Production).

Peubah Penelitian

a.          Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum (gram/ekor/hari) diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum     (Sugiarto, 2008).
b.         Produksi Telur
Hen Day Production dihitung dari jumlah telur yang dihasilkan setiap harinya dibagi dengan jumlah puyuh yang ada kemudian dikalikan 100% (Hertamawati, 2006).
c.          Konversi Ransum
Konversi ransum diperoleh dengan cara membagi antara konsumsi ransum dengan massa telur (Sarwono, 2000).
d.         Rasio Efisiensi Energi
Rasio Efisiensi Energi (REE) diperoleh dengan cara massa telur dibagi 100 kkal konsumsi energi (Kamran et al., 2008). 

Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis variansi untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila terdapat pengaruh perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Yitnosumarto, 1993).