Latest News

Thursday, February 2, 2017

Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan Cara Membuat Pupuk Kompos, Pupuk Cair dan Biogas



Mengapa Harus Membuat Pupuk Kompos??

Cara Pembuatan Pupuk Kompos dan Pupuk Organik Cair(POC) Serta Biogas Mutlak Diperlukan. Penimbunan kotoran ternak di sekitar kandang akan menjadikan lingkungan tercemar. Pencemaran lingkungan yang sering terjadi bau menyengat. Kotoran yang ikut tergenang air hujan menjadikan mutu lingkungan dan mutu kesehatan bagi masyarakat sekitar peternakan menjadi menurun. 

Tulisan ini merupakan bagian kecil dari artikel terbaru:

26 (A-Z) Pedoman Lengkap Cara Beternak Kambing Etawa untuk Pemula agar Menguntungkan

Kasus tersebut menyebabkan perlunya dilakukan pengolahan limbah kotoran agar tidak dibuang sia-sia. Pengolahan limbah kotoran diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan menghasilkan keuntungan. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara menggunakan kotoran ternak sapi potong kompos untuk tanaman,  sebagai penghasil biogas, dan sebagai pupuk cair untuk tanaman.
Baca juga: Cara membuat pupuk organik cair dari limbah pertanian






Kotoran dengan volume cukup besar masih memiliki berbagai kandungan senyawa, unsur hara dan mikroorganisme, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kotoran dimanfaatkan sebagai pupuk kandang, karena kandungan unsur haranya,  seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), dibutuhkan tanaman dan kesuburan tanah.

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan untuk mempercepat proses pengomposan ini. 

Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa activator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4. Setiap activator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. 

Selain feses sapi, urine sapi juga mampu diolah agar tidal mencemari lingkungan sekitar. Biasanya urine sapi diolah menjadi produk pupuk organik cair. Selain itu metode yang cukup popular dalam rangka pemanfaatan kotoran ternak adalah biogas. Biogas semakin banyak diminati dan terus mengalami perkembangan terutama dalam hal teknologi.  

Biogas didefinisikan sebagai campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada  material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik.
Praktikum ini memberikan perlakuan fermentasi terhadap limbah peternakan yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan organik. Pembuatan kompos dilakukan dengan menggunakan EM-4 dan pembuatan pupuk cair dilakukan secara anaerob. Pembuatan biogas dilakukan dengan cara menampung kotoran dalam digester. 


Apa Yang Dimaksud Pengolahan Limbah Peternakan

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll.  Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dll. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat (Sihombing, 2000).  

Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).

Total limbah yang dihasilkan peternakan sangat tergantung dari spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah yang dihasilkan ternak terdiri dari feses dan urin dan sebagian besar limbah tersebut dihasilkan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba.  Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).

Pengelolaan limbah yang kurang baik akan membawa dampak yang serius pada lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola dengan baik maka akan memberikan nilai tambah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah yang mudah dilakukan yaitu dengan diolah menjadi pupuk kompos. Kompos adalah hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak atau feses, sisa pertanian, sisa makanan ternak dan sebagainya. Diolahnya limbah peternakan menjadi kompos akan membawa keuntungan pada peternak dan petani yaitu untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat digunakan sebagai pupuk tanaman pertanian (Ginting 2007).

Pupuk organik merupakan contoh pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti : kotoran ternak, sampah rumah tangga non sintetis, limbah-limbah makanan/minuman, dan lain-lain. Biasanya untuk membuat pupuk organik ini, ditambahkan larutan mikroorganisme yang membantu mempercepat proses pendegradasian (Prihandarini, 2004).


Apa Yang Dimaksud Pupuk Kompos

Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak/feses, sisa pertanian, sisa pakan dan sebagainya. Proses pelapukan dipercepat dengan merangsang perkembangan bakteri untuk menghancurkan menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan. Penguraian dibantu dengan suhu 600C. Proses penguraian mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukarlarut menjadi senyawa organik larut yang  berguna bagi tanaman (Ginting, 2007).

Kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi, tumpukan sampah/ seresah tanaman dan ada kalanya pula termasuk bingkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentas suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan fermentasi yang optimal. Pada kegiatan  mempercepat proses dipakai aktifator, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, yaitu bahan dengan perkembangan mikrobia dengan fermentasi maksimum. Aktifator misalnya: kotoran hewan. Akhir fermentasi untuk C/N kompos 15 � 17 (Sutedjo, 2002).

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, senyawa tersebut seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Crawford, 2003).

Kecepatan pengomposan dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya jumlah mikroorganisme yang membantu pemecahan atau penghancuran bahan organik yang dikomposkan. Dari sekian banyak mikroorganisme, diantaranya adalah bakteri asam laktat yang berperan dalam menguraikan bahan organik, bakteri fotosintesis yang dapat memfiksasi nitrogen, dan Actinomycetes yang dapat mengendalikan mikroorganisme patogen sehingga menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lainnya (Isroi, 2008).

Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah dan, meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan (Dipoyuwono, 2007).

Apa Yang Dimaksud Dengan Pupuk Cair

Pupuk Organik sering didefinisikan sebagai suatu hasil proses penguraian yang terjadi secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu didalam atau wadah tempat pengomposan berlangsung.  Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik, misalnya pupuk kandang dan kompos. Pupuk alam yang tidak termasuk pupuk organik adalah rock phosphat, yang umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)2] (Sinaga, 2009).

Bahan untuk pembuatan pupuk organik cair yaitu dengan memanfatkan limbah pertanian, seperti jerami, daun-daunan, rumput, serbuk gergaji, dan limbah peternakan, seperti kotoran dan urin, bahan tersebut mudah didapat dan tersedia dilahan pertanian. Kelebihan pupuk organik cair dari pupuk anorganik yaitu cukup banyak diantaranya: bahan baku yang mudah diperoleh (murah) ,pembuatan sangat sederhana, pupuk organik berfungsi untuk memperbaiki kesuburan tanah (Musnamar, 2009).

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cairfoliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe,Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, danbiologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitasproduk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Musnamar, 2009).

Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan organik cair (limbah organik cair), dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Kadar total didalam pupuk organik cair memiliki kandungan unsur hara N 3-6%, P2O5 3-6%, K2O 3-6% dan nilai pH yang berkisar 4-9. Pemanfaatan limbah organik sebagai pupuk dapat membantu memperbaiki struktur dan kualitas tanah, karena memiliki kandungan unsur hara (NPK) dan bahan organik lainnya (Hidayati, 2013).

Kebutuhan pupuk cair terutama yang bersifat organik cukup tinggi untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, dan merupakan suatu peluang usaha yang potensial karena tata laksana pembuatan pupuk organik cair tergolong mudah. Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan organik cair (limbah organik cair), dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Bahan-bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair dapat berasal dari limbah cair dari bahan organik, limbah agroindustri, kotoran kandang ternak dan limbah rumah tangga (Sinaga, 2009).

Apa Yang Dimaksud Dengan Biogas 


Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobic bahan organic seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, di dalam suatu ruang pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersesbut terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%. 

Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m�, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kkal/m�. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap (Nurhasanah, 2005).

Biogas atau gas bio merupakan gas yang ditimbulkan jika bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran mausia, atau sampah, direndam didalam air dan disimpan di dalam tempat tertutup atau anaerob. Proses dari terjadinya biogas adalah fermentasi secara anaerob bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. Secara kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup panjang dan rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik (Willyan, 2008).

Umumnya biogas terdiri dari gas metana, hidrogen dan gas lainnya. Persentasinya adalah  (CH4) 50-70%, gas karbon dioksida (CO2) 30-40%, hidrogen (H2) 5-10% dan gas-gas lainnya dalam jumlah sedikit. Biogas kira-kira memiliki berat 20 % lebih ringan dibandingkan dengan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 6500 sampai 750� C. Biogas tidak berbau dan berwama, yang apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adatah 20 MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran 60% pada konvensional kompor gas (Teguh dan Asori, 2009).

Proses dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau 
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Crawford, 2003).

Pembuatan biogas ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, ada bahan pengisi yang berupa bahan organik, terutamqa limbah pertanian dan peternakan. Kedua, ada intalasi biogas yang memenuhi beberapa persyaratan seperti, lubang pemasukan dan pengeluaran, tempat penampungan gas, dan penampungan sludge (sisa Pembuangan). Ketiga, terpenuhinya faktor pendukung yakni faktor dalam (dari digester) yang meliputi imbangan C/n, pH, dan struktur bahan isian (kehomogenan) dan faktor luar yang meliputi fluktasi suhu (Simamora et al., 2006).

Cara Membuat Pupuk Kompos Dari Berbagai Bahan


1. Bahan Bahan Pembuatan Pupuk Kompos


a) Feses sapi 80%
b) Serbuk dan kayu sabut kelapa 9%
c) Abu dapur 10%
d) Kapur Pertanian 0,75%
e) Stardec 0,25%


2. Cara Pembuatan Pupuk Kompos


a) Mencampur bahan utama (feses sapi, serbuk dan kayu sabut kelapa, abu dapur, kapur pertanian, dan stardec) secara merata atau ditumpuk membentuk lapisan setinggi 30 cm. 
b) Mengulang menumpuk seperti pada tahap pertama sampai ketinggian 1,5 m.
c) Hari pertama, mensisir tumpukan bahan tersebut, menaburi dengan stardec sebanyak 0,25% atau 2,5 Kg untuk capuran 1 ton. 
d) Menumpuk bahan dengan ketinggian minimal 80 cm.
e) Membiarkan tumpukan selama 1 minggu (7 hari) tanpa ditutup, namun tetap terjaga supaya terhindar dari panas da hujan. 
f) Hari ketujuh campuran bahan dibalik supaya diperoleh suplai oksigen dalam proses composing. 
g) Melakukan pembalikan ini pada hari ke -14, 21 dan 28.


Cara Membuat Pupuk Organik Cair Urin Sapi

1. Bahan Pembuatan Pupuk Organik Cair Urin Sapi

a) Urine sapi 100 liter
b) Tepung lengkuas 1 Kg
c) Temu ireng 1 Kg
d) Tepung jahe 1 Kg
e) Tepung Kencur 1Kg
f) Tepung Kunir 1 Kg
g) Daun sambiloto 1 Kg
h) Tetes 2 liter
i) Stimulator plus 100 ml
j) Drum


2. Cara Pembuatan Pupuk Organik Cair Urin Sapi


a) Menyiapkan bahan bahan. 
b) Memasukkan urine sapi kedalam drum
c) Memasukkan empon empon,  tetes dan stimulator plus kedalam drum sambil mengaduk sampai homogen selama 30 menit.
d) Menutup drum dengan rapat, fermentasi selama 14 hari.
e) Selama proses fermentasi, mengaduk Pupuk Cair  setiap 2 kali sehari pagi dan sore hari
f) Hari ke 14 proses fermentasi  selesai, pupuk cair dapat digunakan sebagai pupuk atau pestisida cair sesuai dengan dosis penggunaan.


C. Cara Membuat Biogas Dari Feses Sapi


1. Bahan Pembuatan Biogas Feses Sapi 

a) Feses  sapi  18,9% Kg
b) Air 7 liter
c) EM4 210 gram

2. Cara Pembuatan Biogas Feses Sapi

a) Memasukkan feses ke tempat penampungan sementara dan tambahkan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 dan aduk.
b) Lumpur dari bak sementara tadi dialirkan ke digester. Pengisian pertama pada digester  hingga penuh. 
c) Menambahkan EM4 sejumlah 1 liter.
d) Setelah penuh, kran gas ditutup supaya sistem fermentasi dapat berlangsung. 
e) Digester secara continue di isi lumpur kotoran sapi sehingga dapat menghasilkan biogas yang maksimal.
f) Kompos yang keluar dari digester sitampung dibak penampungan kompos. Apabila mau dikemas aka harus dikeringkna terlebih dahulu.




Hasil Pembuatan Pupuk Kompos

Pembuatan kompos pada saat praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan menggunakan bahan dasar dari feses sapi. Bahan tambahan dari pembuatan pupuk kompos adalah jerami padi, abu arang dan EM-4. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara berlapis. Pupuk kompos yang telah disusun berlapis kemudian di peram selama 3 minggu dan pada setiap minggunya dilakukan pembalikan. 
Sebelum pembuatan, bahan tersebut memiliki warna hitam, tekstur padat, bau feses sapi dan bentuk menggumpal. Pembalikan pertama memperoleh hasil dengan warna hitan, tekstur padat, bau feses sapi dan bentuk menggumpal. Pembalikan kedua mempunyai hasil dengan warna hitam pekat, tekstur gembur, bau tanah dan bentuk gembur menggumpal.

Menurut Junaidi (2007) tujuan pengomposan limbah ternak melalui kondisi yang terkontrol adalah untuk membuat keseimbangan porses pembusukan bahan organik dalam limbah, mengurangi bau, membunuh  biji-biji gulma dan organisme pathogen sehingga menjadi pupuk yang sesuai dengan lahan pertanian.Kondisi yang tidak atau kurang terkontrol akan terjadi pembusukan sehingga timbul bau yang menyengat, timbul cacing dan insekta.

Faktor suhu sangat berpengaruh pada proses pengomposan. Peristiwa tersebut menjadikan perlu dilakukan pengukuran suhu setiap hari. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60o C dengan suhu maksimum 75o C. Suhu kompos yang sudah mencapai 40o C maka aktivitas mikroorganisme mesofil akan digantikan oleh aktivitas mikroorganisme termofil termasuk fungi.
Hasil dari praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan sudah sesuai dengan pendapat dari Junaidi (2007). 

Pengomposan sangat berpengaruh pada suhu yang terjadi didalam proses pengomposan. Suhu yang terkontrol menjadikan kompos tidak akan mengalami pembusukan dan tidak akan berbau busuk. pernyataan tersebut sebanding dengan kondisi kompos hasil pembuatan saat praktikum, yaitu tidak berbau busuk tetapi berbau menyerupai bau tanah.



Hasil Pembuatan Pupuk Organik Cair POC Urin


Bahan baku dalam praktikum Pembuatan Pupuk Cair ini berasal dari urine sapi yang masih murni. Bahan bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair adalah empon empon, tetes atau molasses, dan Stimulator plus. Empon empon yang digunakan yaitu tepung lengkuas, tepung temu ireng, tepung jahe, tepung kencur, tepung kunir, dan daun sambiloto. 

Penambahan tetes atau molasses berfungsi untuk makanan mikroba yang akan bekerja untuk menguraikan bahan- bahan yang terdapat dalam proses pemuatan pupuk cair. Penambahan EM-4 berfungsi untuk membantu mikroba atau bakteri melakukan proses fermentasi. Pembuatan pupuk cair membutuhkan waktu selama 14 hari untuk melakukan proses fermentasi. Pengujian dilakukan untuk hasil praktikum pembuatan pupuk cair meliputi warna, tekstur, bau dan bentuk. 

Hasil pengujian pengamatan pembuatan pupuk cair dilakukan tiga kali yaitu sebelum pembuatan, saat pengadukan pertama (7 Hari) dan saat pengadukan kedua (14 Hari). Hasil pengamatan pembuatan pupuk cair sebelum pembuatan berwarna cokelat, bertekstur cair, bau urine sapi dan berbentuk cair. Hasil pengamatan pembuatan pupuk cair pengadukan pertama berwarna cokelat, bertekstur cair, bau asam bercampur empon empon dan memiliki tekstur cair. Hasil pengamatan pembuatan pupuk cair pengadukan kedua berwarna cokelat tua, tekstur cair, bau asam bercampur empon empon dan memiliki tekstur empon empon. 

Menurut Affandi (2007), menyatakan bahwa aroma yang dihasilkan dari pupuk tersebut berupa aroma empon-empon dan tidak tercium bau pesing khas urine, aroma tersebut sangat tidak disukai oleh hama tanaman. Aroma pupuk cair sebelum difermentasi adalah seperti kecap dan setelah difermentasi adalah khas jamu. Molasses yang diberikan dalam pembuatan pupuk cair berfungsi untuk makanan awal dari mikrobia untuk mengurai bahan-bahan yang akan dibuat pupuk. Hal ini sudah sesuai dengan hasil uji pada pembuatan pupuk cair pada kelompok kami. 


Hasil Pembuatan Biogas Feses Sapi

Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan acara Pembuatan Biogas diperoleh hasil bahwa komposisi biogas yang digunakan adalah feses sapi dan air. Digester yang ada tersebut ditanam dalam tanah, hal tersebut bertujuan untuk memaksimalkan proses fermentasi agar tidak terpengaruh adanya perubahan panas diatas permukaan tanah. 

Senyawa yang dihasilkan dari digester antara lain gas metana, serta uap air yang bersifat korosif. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan beberapa perlakuan yaitu menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbondioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang diijinkan maksimal 5 ppm. 

Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur trioksida (SO2 atau SO3) dan senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Perlakuan selanjutnya adalah menghilangkan kandungan karbondioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan.

Menurut Willyan (2008), menyatakan bahwa biogas (gas bio) merupakan gas yang ditimbulkan jika bahan-bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah, direndam didalam air dan disimpan didalam tempat tertutup atau anaerob. Proses terjadinya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. 

Secara kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup panjang dan rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), hidrogen (H2) serta nitrogen (N2) yang kandungannya sangat kecil.

Hal ini sesuai dengan pendapat Chisti (2007) yang menyatakan bahwa biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), hidrogen (H2) serta nitrogen (N2) yang kandungannya sangat kecil. 

Hasil praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan sesuai dengan pendapat Willyan (2008). Proses terjadinya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), hidrogen (H2) serta nitrogen (N2) yang kandungannya sangat kecil. 
Peeningkatan kualitas biogas dilakukan penyaringan pada komponen penyaluran biogas sebelum dialirkan kepada konsumen dipasang alat yang disebut absorber. Absorber ini berfungsi untuk meningkatkan gas metana yang dihasilkan serta mengurangi kadar uap air agar peralatan yang digunakan lebih awet. Hal ini sesuai dengan pendapat Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan beberapa perlakuan yaitu menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbondioksida (CO2). 

Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang diijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur trioksida (SO2 atau SO3) dan senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Perlakuan selanjutnya adalah menghilangkan kandungan karbondioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan.


Daftar Pustaka
Affandi. 2008. Pemanfaatan Urin Sapi yang difermentaasi Sebagai Nutrisi Tanaman. Gramedia Putaka. Jakarta.
Crawford, J. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications and Research. p. 68-77.
Dipoyuwono. 2007.Meningkatkan Kualitas Kompos. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat  Menggatasi Permasalahan Praktis.Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hidayati, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Isroi, 2008. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor.
Junaidi, S. 2007. Pengolahan Kotoran Ternak menjadi Pupuk. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Musnamar, E. I. 2009. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurhasanah. 2005. Biogas Sebagai Energi Alternatif. Penerbit Media Pustaka Press. Jakarta.
Pertanian, Serpong : Departemen Pertanian.
Prihandarini, Ririen. 2004. Manajemen Sampah, Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Organik. Penerbit PerPod. Jakarta.
Sihombing D T H. 2000.  Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.  Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.
Sihombing D T H. 2000.  Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.  Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.
Sihombing. 2002. Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Makalah. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simamora. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak Dan Gas Dari Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sinaga S. 2009. Pembuatan Kompos untuk Pupuk Organik.blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga.
Sutedjo.2002.Potensi dan Pemanfatan limbah gula sebagai Bahan pembuatan pupuk Organik Tanah.Jakarta:Nalai industri Indonesia
Teguh, WW. & Asori, A. (2009). Balai Besar Pengembangan Makanisasi
Willyan, D. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak. Agro Media. Jakarta.